"tak kan patah karna lelah, 'coz it's LILLAH"



Rabu, 13 Agustus 2008

Mari berkaca..

Assalamu'alaykum wr.wb

ikhwah fillah,,

di postingan pertama ini,,mia mau cerita ajah,,
lagi 'memaksakan diri' untuk menulis nih..mengembangkan kompetensi komunikasi di media tulisan,,

baiklah,, qta mulai..

bismillaah..

mia mau sedikit bercerita nih,,kemarin tgl 19-24 Juli 2008 (udah lama banget yah?he..)
mia kan ikutan The 10th FIMA International Student Camp. FIMA ituh Federation Islamic Medical Association,yah intinya perkumpulan orang-orang muslim yang berkecimpung di dunia kesehatan seluruh dunia, baik masih kuliah maupun sudah menjadi profesional.

Nah, yang mia mau share adalah tentang cerita teman-teman kita dari negara lain yang memberikan sedikit tamparan buat mia:

Ada delegasi dari Turki, dia senang sekali bisa datang ke Indonesia, dia baru pertama kali mengikuti camp muslim seperti ini. Dia senang sekali bisa mempelajari Islam dengan bebas, berjilbab dengan leluasa, ibadah berjama'ah dan ukhuwah islamiyah yang terjalin begitu erat. Pasalnya di negaranya, kebebasan ber-islam ria itu agak terkekang. Di kampusnya, Istanbul University, semua orang dilarang berjilbab. Bukankah kita tahu selama ini kalau Turki identik dengan negara Islam? Tapi kok bisa begitu?

Semenjak adanya modernisasi pada zamannya Mustafa Kemal Ataturk itu, kebijakan pemerintahan Turki sudah sedikit bergeser nilai keislamannya, digantikan dengan “misi yahudi”.
Mari kita lihat apa yang terjadi disana..

  1. Sekolah agama (madrasah-red) dilarang dibuka bagi anak-anak di bawah umur, jadi anak-anak di sana tidak bisa mengenyam pendidikan agama sedari dini kalau bukan dari orang tuanya yang ‘paham’ agama. Sekolah agama (islam) baru bisa dirasakan oleh anak yang sudah berumur belasan tahun (af1 lupa berapa tahun tepatnya,kalau tidak salah 14 atau 18 tahun ya??lupa). Bayangkan kawan! mereka baru bisa belajar baca iqro’ ketika mereka sudah baligh. Itu pun jika orang tuanya tergerak untuk menyekolahkan anaknya, jika tidak? Bagaimana jadinya ya?
  2. Terlepas dari peraturan di Istanbul University, muslimah-muslimah yang berjilbab di sana ruang geraknya ‘dibatasi’ dengan cara yang ‘kasat mata’. Pekerjaan-pekerjaan penting dan berpengaruh di sana dilarang bagi orang-orang muslim yang berjilbab, baik dirinya maupun keluarganya. Contohnya langsung adalah seorang dokter supervisor dari Turki yang datang ke FIMA kemarin. Beliau tidak dapat izin praktek dari pemerintah Turki hanya karena beliau berjilbab, jadi beliau sekarang bekerja sebagai relawan di sebuah LSM muslim di Turki. Tidak itu saja, temanku yang lainnya – delegasi dari Istanbul University - juga bercerita bahwa Ayahnya sampai harus melepas pekerjaannya dan bekerja di negara lain hanya karena keluarganya berjilbab. Dan kakaknya tidak jadi menikah karena sang calon suami meminta dia untuk melepas jilbab, dimana sang calon suami adalah calon pengacara. Padahal ia termasuk orang yang paham agama.
  3. Untuk mendapatkan ilmu agama, mereka hanya bisa berhalaqoh di rumah-rumah saja (tertutup). Jika mereka melakukan pembahasan tentang agama di kampus, mereka akan dibubarkan. Bandingkan dengan kita yang bisa dengan begitu bebas mengadakan mentoring, halaqoh atau pun liqo. Bahkan sekarang sudah banyak fakultas/universitas/sekolah yang justru memfasilitasi mahasiswanya untuk mentoring, tapi tidak sedikit yang justru menyia-nyiakan kesempatan itu, masih bermalas-malasan untuk pergi mentoring, atau mencari 1001 alasan untuk bisa izin halaqoh.
  4. Membaca Al-qur’an pun, di kampus, di taman, di perpustakaan, di tempat umun, kalian akan dianggap sebagai orang aneh. Kita? Dimanapun, kapanpun, mangga ajah kalau mau tilawah. Tinggal kemauan kita saja yang berperan. Bahkan sebelum memulai kuliah pun kita biasa diawali tilawah. Alhamdulillah...
  5. Dan masih banyak bidang kehidupan yang akan dipersulit jika terkait dengan pemerintahan.


Dari situ saya merenung, ternyata benar yah, latar belakang seorang pemimpin akan mewarnai kebijakan-kebijakan yang dibuatnya. Inilah yang terjadi jika ‘kita’ (muslim) tidak berada ‘di atas’ (pemerintahan). Paham-paham yang salah bisa menyebar dan menguasai hajat hidup orang banyak. Saat ini mari kita buka mata hati lebar-lebar, kepedulian bukan hanya dalam bentuk materi tapi peduli terhadap sistem pemerintahan juga merupakan tanggung jawab kita. Memilih pemimpin bukan hanya merupakan hak kita, tapi juga kewajiban dan tanggung jawab kita. Mulai sekarang kita harus peduli bagaimana track record para calon pemimpin, terutama yang berhubungan dengan spiritual quotient. Jangan asal pilih, jangan asal ikut-ikutan, tapi kenalilah calon penentu kebijakan daerahmu dengan seksama. Satu suaramu menentukan kehidupan 5 tahun bangsamu. Timbuhkanlah rasa community owner government-mu!


"tidak pantas seorang muslim memilih dari selain mereka untuk menjadi wali urusannya..."

Selain itu, kalau dipikir lagi, sungguh miris yah, disini kita berlagak sok paling berjuang demi islam, paling susah dalam beristiqomah, merasa sudah mengerahkan perhatian kita buat islam, mengeluh dengan begitu banyaknya hambatan dan berlikunya jalan da’wah ini. Padahal, hambatan dan rintangan kita belum apa-apa dibanding mereka. Tapi mereka masih bisa tetap istiqomah berjuang di jalan-Nya dengan kondisi lingkungan mereka seperti itu. Kita?

Jadi apa lagi yang kita tunggu untuk bergerak kawan? Ribuan kilometer dari sini banyak saudara kita yang sedang benar-benar berjuang demi keislaman mereka. Sedangkan kita? Jangan sampai 4WI ‘geleng-geleng’ melihat ketimpangan diantara umatNya. Yang itu bersusah payah, tapi yang ini malah berleha-leha seakan tidak ada yang dikejar.

Ayo kawan! Mari suburkan lagi jalan da’wah ini. Tak ada lagi waktu untuk bersantai. Tak ada kata istirahat untuk berda’wah hingga kita dipertemukan di jannahNya.

wallahu'alam..


Mari jadikan jalan da'wah ini ringan dengan berjama'ah! ^_^

Keep Hamasah!! \(^o^)/

About This Blog

Search

  © Blogger template 'Ladybird' by Ourblogtemplates.com 2008

Back to TOP